Kepiawaian Bahrudin Sulap Limbah Kayu Jadi Mesin Rupiah di Pulau Kelapa Dua
Sinar matahari yang kering dan menusuk kulit, tampak menyinari bangunan berukuran 6x5 meter persegi di Pulau Kelapa Dua, Kelurahan Pulau Kelapa, Kecamatan Kepulauan Seribu Utara, dengan dinding berbalut anyaman bambu.
Bilik bertuliskan Workshop Pengembangan Limbah Kayu, kerap disinggahi Bahrudin, salah seorang nelayan di Pulau Kelapa Dua sejak matahari terbit hingga tenggelam, untuk menyulap limbah kayu menjadi sumber penghasilan baru.
Upaya ini bukan tanpa alasan, karena cuaca yang menjadi faktor utama bagi nelayan dalam meraih hasil tangkapannya, telah melarangnya berlayar dan memaksanya memutar otak mencari cara lain untuk menghidupi keluarga.
Mengandalkan alat seadanya, Bahrudin memanfaatkan limbah kayu yang terbawa arus ke pesisir menjadi ragam kerajinan secara manual dan otodidak, mulai dari miniatur kapal, gantungan kunci dan umpan pancing yang dikenal sebagai udang-udangan.
“Ketika tidak bisa berlayar mencari ikan karena cuaca, saya harus berpikir mencari tambahan keuangan, maka saya memanfaatkan limbah kayu jati Belanda, jati waru dan jati kembang untuk saya buat menjadi miniatur kapal pinisi dan tugboat, gantungan kunci serta alat pancing,” kata Bahrudin.
Meski telah menghasilkan karya yang bernilai ekonomi sejak tahun 2023, namun pengolahan limbah kayu memiliki keterbatasan sarana dan prasarana, seperti masih rendahnya kontrol atas kualitas produk, pembuatan umpan pancing secara manual, kualitas produk, serta tuntutan untuk memenuhi permintaan produk.
Hambatan ini mendapat respons dari Pertamina Hulu Energi OSES (PHE OSES), untuk menginisiasi program yang diberi nama Pelaut Tangguh, akronim dari Peningkatan Pendapatan Nelayan yang Tanggap, Guyub dan Humanis, dengan melibatkan nelayan-nelayan lain dari Kelompok Usaha Bersama (KUB) Mancing Bahagia, yang tertarik mengikuti Bahrudin dalam mengolah limbah kayu.
Melalui program Pelaut Tangguh, Bahrudin dan KUB Mancing Bahagia kini telah memiliki mesin duplikator untuk pembuatan umpan pancing berbahan kayu secara otomatis dan meningkatkan presisi serta efisiensi produksi. Tidak hanya itu, Bahrudin dan tim KUB Mancing Bahagia juga berkesempatan mengikuti studi banding ke Daerah Istimewa Yogyakarta, untuk belajar manajemen usaha dan penguatan kelompok.
“Saya bersama KUB Mancing Bahagia mendapat dukungan penuh dari PHE OSES melalui program Pelaut Tangguh, dengan kehadiran workshop, mesin duplikator hingga melakukan studi banding. Semua dukungan ini telah meningkatkan produksi kerajinan yang kami buat,” ucapnya.
Dukungan nyata tersebut kini telah memberikan hasil karya yang memiliki nilai ekonomi tinggi, bahkan pada tahun 2025, Bahrudin dan tim KUB Mancing Bahagia telah menghasilkan puluhan karya miniatur kapal, gantungan kunci serta alat pancing, yang omzet penjualan mencapai Rp 20 juta dari Januari-Agustus 2025.
“Jika saya berlayar untuk menangkap ikan pemasukan saya hanya Rp 100-250 ribu itupun jika cuaca mendukung, namun dengan dukungan PHE OSES dan kehadiran workshop dan mesin duplikator kini bisa menghasilkan uang mencapai puluhan juta, bahkan kerap menerima pesanan miniatur kapal,” tuturnya.
Menurut Head of Communication, Relations and CID PHE OSES, Indra Darmawan, program Pelaut Tangguh tidak hanya bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan ekonomi nelayan, tetapi juga mendorong pemanfaatan sumber daya alam secara berkelanjutan, serta mengurangi dampak limbah terhadap lingkungan laut.
“Program Pelaut Tangguh berfokus kepada peningkatan keterampilan kelompok nelayan melalui kegiatan kelas pesisir dan kelas nelayan. Hal ini kita wujudkan kepada Bahrudin dan tim KUB Mancing Bahagia di Pulau Kelapa Dua, yang memanfaatkan limbah kayu dan merubahnya menjadi karya yang memiliki nilai ekonomi tinggi untuk menambah pemasukan keluarga jika tidak berlayar,” jelasnya.
Bagaimana Pendapatmu Terkait Berita Tentang "Kepiawaian Bahrudin Sulap Limbah Kayu Jadi Mesin Rupiah di Pulau Kelapa Dua" ?